Beberapa waktu yang lalu, dunia pendidikan di Indonesia, khususnya di DIY cukup dikejutkan dengan viralnya kasus dugaan plagiarisme yang menimpa salah satu finalis Guru Beprestasi (Gupres) Tingkat Nasional 2019 utusan DIY, yaitu Ibu Ika Wulandari, M.Pd. (Guru SMKN 2 Wonosari Gungkidul DIY). Melalui laman facebooknya, Ibu Ika ini menuliskan surat terbuka - atau kalau dalam pembahasaan saya, saya lebih suka menyebutnya sebagai curahat hati - dari beliau yang ditujukan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kita, Bapak Nadiem Anwar Makarim.
Dalam surat terbuka beliau yang viral itu, bisa (sedikit) kita ketahui bahwa permasalahan yang dihadapi oleh Ibu Ika ini terletak pada hasil cek plagiarisme yang begitu tinggi dan "di luar batas kewajaran". Kenapa saya katakan di luar batas kewajaran? Dari surat terbuka beliau juga ternyata bisa kita ketahui, bahwa semula sebelum melaju ke tingkat nasional, di tingkat DIY paper tersebut sudah lolos uji plagiarisme Turnitin dengan tingkat similiaritas (kesamaan) di bawah 10%. Akan tetapi ketika di tingkat nasional, paper tersebut dilakukan uji plagiarime ulang, dengan software yang sama (Turnitin). Dan mengejutkan! Hasil cek plagiarisme di tingkat nasional ini, menunjukkan hasil yang sangat mencengangkan, yaitu tingkat kesamaan (similiaritas) yang mendekati 100%. Dan di sinilah asal muasal masalah yang dihadapi Ibu Ika Wulandari ini.
Turnitin Bukan Kaleng-kaleng
Dari viralnya kasus tersebut, sebagai salah seorang yang setiap hari bergelut dengan Turnitin ini, saya jadi tertarik untuk memberikan pandangan saya pada permasalahan ini. Memang, beberapa kali saya pun menemui permasalahan yang hampir sama dengan apa yang dialami oleh Ibu Ika ini. Tentu saja dalam posisi yang berbeda. Jika saya pada posisi active user yaitu sebagai praktisi yang sehari-hari mengoperasikan software ini untuk melakukan cek plagiarisme mahasiswa-mahasiswi kami di Direktorat Perpustakaan UII, sedangkan beliau pada posisi sebagai passive user yang hanya menerima hasil dari cek plagiarisme Turnitin yang dioperasikan oleh active user. Dari sinilah, saya mencoba memberikan pandangan dan opini saya terkait dengan permasalahan yang dihadapi Ibu Ika ini, dari sudut pandang saya sebagai praktisi Turnitin ini.
Sebagai seorang yang setiap hari mengoperasikan Turnitin, saya mencoba untuk meraba permasalahan yang dihadapi ibu Ika ini. Seperti yang kita bisa baca di dalam surat terbuka beliau yang viral beberapa waktu yang lalu di sosial media dan di beberapa blog pendidikan, bahwa terjadi ketidakwajaran hasil uji plagiarisme paper beliau dengan software Turnitin. Jika dilihat dari sisi kualitas software, Turnitin yang memiliki slogan "Education with Integrity" ini tentu saja bukan software kaleng-kaleng karena sudah digunakan di berbagai intitusi pendidikan di berbagai negara di dunia. Hasil uji plagiarisme dari software ini bisa dijadikan acuan dalam pengambilan kebijakan akademik di suatu institusi. Bahkan di intitusi kami, Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, mensyaratkan mahasiswa kami yang hendak maju untuk pendadaran (sidang) harus lolos uji plagiarisme Turnitin dengan tingkat kesamaan (similiaritas) di bawah 20%. Dan bahkan di beberapa prodi, ada kebijakan dari dosen pembimbing yang mensyaratkan harus di bawah 10% dan lebih kecil lagi.
Paper Yang Terjebak
Dalam perjalanan saya melakukan uji plagiarisme ini kepada para mahasiwa kami di Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, saya pun beberapa kali menemukan permasalahan yang hampir mirip dengan apa yang dialami Ibu Ika ini. Yaitu beberapa di antara mahasiswa kami yang melakukan uji plagiarisme di Direktorat Perpustakaan UII, mendapatkan hasil yang sangat mengejutkan! Tingkat kesamaan (similiaritas) dari karya ilmiah mereka itu sangat tinggi. Di atas 70% bahkan pernah saya temui ada yang lebih dari 90%.
Awalnya saya pun kaget dengan hal ini. Tetapi kemudian saya melakukan penelusuran, yang pada langkah pertama adalah saya menyampaikan hasil tersebut ke mahasiswa yang bersangkutan. Usut punya usut ternyata mahasiswa tersebut pernah melakukan cek plagiarisme dengan Turnitin juga di tempat lain (bukan di Direktorat Perpustakaan UII). Dari informasi ini kemudian saya melakukan penelusuran di dalam software Turnitin ini. Melalui menu bagian All Sources, ternyata bisa saya ketahui bahwa tingginya hasil uji plagiarisme dari mahasiswa kami ini diakibatkan dari men-sumbmite-nya paper milik dia sendiri.
Dari hasil penelusuran yang saya lakukan itu, ternyata paper mahasiswa kami yang sebelumnya telah dicek dengan software Turnitin di tempat lain (di luar Direktorat Perpustakaan UII) itu "terjebak" di server Turnitin. Paper yang terjebak tersebut, oleh Turnitin dianggap sebagai basis data yang kemudian dijadikan pembanding pada paper yang discanning berikutnya. Sehingga akibatnya, paper yang dicek berikutnya ini menjadi tinggi sekali tingkat kesamaan (similiaritas) nya.
Kenapa Bisa Terjadi?
Sebelum melakukan cek plagiarisme Turnitin, operator diharuskan untuk membuat membuat Class Assignment. Di dalam pembuatan Class Assignment ini terdapat beberapa pengaturan, yang di antaranya adalah pengaturan yang mengatur bagaimana "status" dari setiap paper yang masuk (dicek) ke dalam Turnitin ini. Kami di Direktorat Perpustakaan UII, menggunakan pengaturan No Repository. Dengan pengaturan ini, berapa kalipun paper yang masuk untuk kami cek, tidak akan terjadi kejadian paper "terjebak" di dalam server Turnitin. Sehingga paper yang dicek saat ini tidak akan mensubmite ke paper sebelumnya. Dan hasil ceknya pun aman dan memiliki tingkat presentase sebagaimana seharusnya.
Dalam kasus yang dihadapi oleh Ibu Ika Wulandari ini, saya menduga juga terjadi karena "terjebaknya" paper beliau di dalam server Turnitin. Saya menduga kemungkinan besar terjadi karena pengaturan awal dari operator Turnitin dalam membuat Class Assignment TIDAK menggunakan settingan No Repository. Dan ini ternyata juga didukung dari pernyataan dari pihak Turnitin Indonesia (iGroup Asia Pacific Ltd) yang telah dihubungi oleh Ibu Ika Wulandari pada saat adanya Turnitin Roadshow (17 September 2019) di Direktorat Perpustakaan UII Yogyakarta, ditemukan bukti bahwa bahwa diduga ada 74 paper (sebanyak id papernya), yang terjebak dalam akun turnitin milik UNJ, pada kelas “PRESTASI DIKMEN” beserta nama instruktur/ panitia yang bertugas mensubmit paper tersebut pada 12 Agustus 2019 pukul 04:52 PM. (Detilnya bisa dibaca di SINI)
Lantas Harus Bagaimana?
Yang kami lakukan di Direktorat Perpustakaan UII adalah, jika mendapati permasalahan terjebaknya paper mahasiswa kami di server Turnitin yang mengakibatkan tingginya tingkat kesamaan (similiaritas) secara tidak wajar, maka hal pertama yang kami lakukan adalah melakukan penelusuran secara mendalam. Dari penelusuran ini, kami akan bisa menemukan ID Paper dari paper yang terjebak tadi. Berdasarkan ID Peper ini, kami mengirimkan email resmi ke pihak Turnitin, untuk dilakukan penghapusan pada paper yang terjebak itu. Biasanya proses ini bisa kita tunggu hasilnya maksimal 1X24 jam.
Setelah menerima balasan dari Turnitin itulah, kita bisa coba lakukan cek ulang pada paper yang bersangkutan. Dan bisa kita lihat hasilnya, tingkat kesamaan (similiaritas) dari paper tersebut akan memiliki tingkat presentase yang "wajar" sebagaimana seharusnya.
Bagaimana Dengan Kasus Bu Ika?
Ini adalah pembelajaran bagi kita semua. Bukan mencari mana yang benar mana yang tidak benar. Dengan adanya kasus dari Ibu Ika Wulandari ini, kita bisa mensikapinya dengan kepala dingin, pikiran terbuka dan dengan hati yang baik. Semua pihak yang terlibat bisa mensikapi dengan bijak. Tidak untuk memenangkan kepentingan masing-masing, tetapi untuk memenangkan kepentingan pendidikan di negeri kita Indonesia tercinta ini.
Sekali lagi, semoga ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak. Dan terus majulah dunia pendidikan di negeri kita tercinta, Indonesia!
Teguh Prasetyo Utomo
Pustakawan-Praktisi Turnitin
4 Comments
ulasan yg amat menarik
ReplyDeleteini perlu disosialisikan pada guru yg akan ikut gupers dimulai dari tingkat kota
karena banyak faktor juga yang membuat karya ilmiah emereka tidak lolos
langsung mencut juga kok tidak manusiawi karena banyak diantaranya yangs udah susah payah meninggalkan kelas untuk penulisan ini
tetapi juga bukan berarti membuka peluang agar karya bisa diloloskan begitu saja
untuk itu, peran pengawas sekolah yang biasanya merekomendasikan guru untuk maju harus lebih banyak. mereka bisa menggandeng civitas akademika agar kejadian seperti ini tak terulang
salam
Bapak Teguh, boleh minta kontak nya? Kami dari alumni UII, dan ada paper artikel kolaborasi dengan Dosen FH UII, dianggap 100% kesamaannya pada 2 universitas berbeda.
ReplyDeleteDimana artikel kami sama sekali tidak pernah dikirimkan atau disubmit pada 2 universitas tersebut, melainkan hanya pada Jurnal yang sudah terakreditasi Sinta 3 yang dikelola oleh asosiasi anti fraud.
Sehingga Dosen FH tersebut terhambat kenaikan jabatannya di LLDIKTI Wilayah V.
Jika berkenan untuk membantu Dosen tersebut, mohon bantuannya untuk mengirimkan nomer njenengan melalui email saya, arinurrahman91@gmail.com
Assalamualaikum...
ReplyDeleteSelamat malam bapak, ijin saya juga mengalami hal diatas, paper saya terjebak di turnitin. Mohon info kontaknya, bapak
Email saya: faqihmaarif124@gmail.com
Wassalamu'alaikum.wr.wb...
Class ID and Enrollment key Turnitin No Repository Valid until September 31, 2022
ReplyDeleteVisit
dik.si/31sep
(Class ID Dan Enrollment key Turnitin No Repository Berlaku Sampai 31 September 2022)