MENAGIH JANJI PAK MENTERI NADIEM ANWAR MAKARIM, MEMPERJUANGKAN KEMERDEKAAN BELAJAR: “Berani Memperjuangkan Kebenaran”
Yogyakarta, 25 November 2019
Guru, siswa, dan masyarakat berprestasi adalah manusia biasa yang berani bangkit dari keterpurukan serta berprasangka baik pada Allah Swt. Mereka memiliki semangat belajar sepanjang hayat, sibuk memperbaiki diri, dan memberikan yang terbaik bagi Bangsanya.
(Sumber: Video Profil Gupres SMK DIY Tahun 2019; https://youtu.be/X9Z_AyC_4xQ).
Yth. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia
Assalamualaikum Warahmatullohi Wabbarokatuh,
Semangat Pagi Bapak Menteri yang s aya hormati. Sebelumnya perkenalkan, Saya Ika Wulandari, guru penggerak dari Wonosari, kota kecil di Kabupaten Gunungkidul. Terima kasih atas pidato yang tulus untuk seluruh guru Indonesia. Mohon ijinkanlah, saya menjadi guru pertama yang menagih janji Bapak Menteri untuk Memperjuangkan Kemerdekaan Belajar: “Berani Memperjuangkan Kebenaran” bagi kami siswa dan guru pembelajar.
Seperti yang Bapak sampaikan bahwa perubahan harus dimulai dan berakhir dari guru, maka ijinkan hari ini saya membuat sebuah perubahan. Meskipun perubahan itu sulit dan penuh ketidaknyamanan, bahkan mungkin akan berbenturan dengan banyak pihak, hal ini akan tetap saya lakukan demi sebuah keteladanan merdeka dalam belajar, yaitu: “Berani Memperjuangkan Kebenaran”. Saya meyakini bahwa satu keteladanan akan mengubah peradaban suatu hari nanti.
Saya adalah salah satu peserta lomba guru berprestasi tingkat SMK utusan dari DI Yogyakarta tahun 2019. Saya menyampaikan terima kasih kepada panitia dan seluruh pihak yang terlibat menyukseskan acara tersebut sebagai ajang pemberian penghargaan kepada guru berprestasi dan berdedikasi sesuai amanat Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Pasal 36 ayat (1). Proses dan hasil kegiatan lomba ini tentu diharapkan mampu menjadi teladan dan pengawal suksesnya salah satu program nawacita NKRI yaitu Revolusi Mental Melalui Pendidikan Karakter. Hal ini senada dengan tugas Kesharlindung Dikmen & Diksus yaitu memberikan apresiasi, penghargaan, dan perlindungan bagi guru Dikmen, serta sesuai dengan motto dalam website Kesharlindung Dikmen & Diksus, yaitu “Penjaga Integritas, Pengawal Kejujuran: Integritas dan kejujuran merupakan kunci sukses kami, dalam setiap penyelenggaraan kegiatan”.
Motto tersebut seperti oase ditengah krisis kepercayaan masyarakat kepada dunia pendidikan. Dengan memberikan apresiasi, penghargaan, dan perlindungan kepada guru berprestasi, diharapkan guru mampu menginspirasi bahkan menggerakkan rekan sejawat dan peserta didik untuk menegakkan kejujuran, kritis, kreatif, dan inovatif. Namun sayang, nampaknya motto tersebut masih sekedar slogan yang menciderai kepercayaan setidaknya seorang Guru Berprestasi.
Pada ajang Lomba Guru Berprestasi Tingkat Nasional, yang dilaksanakan pada 12 - 18 Agustus Tahun 2019, ada sebuah tragedi pada saat lomba berlangsung yang disikapi dengan kurang profesional oleh panitia, bahkan jauh dari motto: “Penjaga Integritas, Pengawal Kejujuran…”. Tragedi yang dimaksud fokus pada: 1) Adanya pembiaran/ penutupan data hasil scaning similarity mendekati 100% pada best practice beberapa guru berprestasi, 2) Penolakan permintaan peserta untuk dibantu mediasi dengan dewan juri, yang memfoto wajah peserta dan membuat berita dugaan plagiat menjadi viral pada saat lomba berlangsung. Kejadian tersebut melukai hati dan logika kami sebagai guru pembelajar yang memiliki tugas terberat sekaligus tersulit menurut Bapak Menteri, yaitu memberi keteladanan.
Pada hari rabu, 14 Agustus 2019, saat lomba sedang berlangsung, ada salah satu Profesor yang sedang menjalankan tugas sebagai juri, memfoto wajah saya kemudian memuploadnya pada media social WhatsApp serta mendiskusikan dugaan plagiat pada utusan DIY dengan hasil similarity scaning Turnitin 98%. Keesokan harinya seusai lomba, saya baru mengetahui, bahwa berita dugaan plagiat terhadap DIY, kususnya saya karena ada foto wajah saya, telah viral setidaknya di salah satu Grup WhatsApp mahasiswa UNY, UGM, dan kedinasan DIY. Oleh karenanya saya sebagai pemimpin redaksi salah jurnal nasional guru, segera meminta bantuan pada rekan dosen reviewer jurnal EDUGY dari 5 Universitas untuk mengecek hal itu. Sungguh mengejutkan, hasil similarity best practice 2 orang utusan DIY termasuk saya, mendekati 100%. Semua tulisan bahkan nama kami, instansi, serta NIP terdeteksi sama dengan sebuah artikel yang tersubmit di UNJ pada tiga tanggal yang sama. Artinya artikel kami sama persis (mendekati 100%), sudah tersubmit di akun turnitin milik UNJ pada tanggal yang sama persis.
Sebagai peserta lomba yang yakin telah menulis sesuai kaidah ilmiah, dan tidak melakukan plagiat, serta belum pernah mensubmit paper ataupun berhubungan dengan publikasi di UNJ, maka saya melakukan klarifikasi pada panitia serta terus melakukan riset dibantu dosen dan ahli IT dari 5 Universitas untuk mengetahui apa yang sedang terjadi. Dugaan tim dosen dan tim iT semakin kuat, bahwa telah terjadi kesalahan teknis yang dilakukan petugas scaning panitia tingkat nasional. Apalagi diketahui bahwa sebelum maju lomba tingkat nasional, kami telah lolos uji turnitin di DIY oleh dosen pembimbing lomba dengan tingkat similarity sangat rendah (dibawah 10%). Sayapun menghubungi banyak guru berprestasi dikmen dan diksus untuk diminta kesediannya agar best practice mereka, boleh kami cek similaritinya. Dari sekian banyak guru yang dihubungi, hanya 10 yang bersedia, dan ditemukan fakta 7 dari 10 best practice tersebut memiliki hasil similarity mendekati 100% dengan kasus yang sama identik, yaitu tersubmit pada 3 tanggal yang sama di akun turnitin milik UNJ.
Sayapun mengklarifikasi secara informal (lisan) kepada pihak panitia, salah satu dewan juri lomba, Dinas Dikpora DIY, Kasubdit Kesharlindung Dikmen, serta Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Namun, semua pihak tidak bisa memberi jawaban sesuai harapan. Bahkan pemimpin-pemimpin tersebut menyatakan bahwa hal ini adalah masalah pribadi antara peserta dan dewan juri. Lebih lanjut Kasubdit Kesharlindung dikmen saat itu menyampaikan bahwa Kesharlindung Dikmen tidak dapat membantu memediasi karena juri, universitas juri, serta kementrian mempunyai nama besar yang harus dijaga. Dalam hal ini logika saya terluka, karena kejadian ini terjadi tepat saat saya presentasi lomba, artinya juri masih resmi menjadi tim panitia sebagai dewan juri. Namun saya memahami, apalah pentingnya nama baik saya seorang guru kecil dibandingkan dengan lembaga-lembaga dengan nama besar tersebut. Kasubdit kesharlindung pada waktu itu juga menjelaskan bahwa data hasil cek similarity berasal dari panitia, dan panitia menutupnya dari publik (menutup/ tidak memberitakan fakta bahwa ada beberapa guru diduga plagiat karena hasil similarity scaning Turnitin mendekati 100%-red).
Dalam penelusuran inipun saya menghubungi pihak managemen IGroup Asia Pacific Ltd (Turnitin Indonesia). Bahkan pada tanggal 17 September 2019, saya menemui manager turnitin dari Ausie dan Jakarta, pada Workshop di UII Yogyakarta. Dari hasil penelusuran tersebut, kami menemukan bukti bahwa diduga ada 74 paper (sebanyak id papernya), yang terjebak dalam akun turnitin milik UNJ, pada kelas “PRESTASI DIKMEN” beserta nama instruktur/ panitia yang bertugas mensubmit paper tersebut pada 12 Agustus 2019 pukul 04:52 PM.
Selanjutnya saya secara resmi berkirim surat beserta kronologi kejadian kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia C.q. Unit Layanan Terpadu Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat, surat sampai pada tanggal 13 september 2019 via pos, perihal: Klarifikasi Hasil Cek Similarity Best Practice. Surat tersebut dikirim dengan tembusan disampaikan dengan hormat kepada: (1) Ketua Ombudsmen Republik Indonesia, (2) Inspektur Jenderal Kemendikbud RI, (3) Kepala Dinas Dikpora DI Yogyakarta, (4) Manager IGroup Asia Pacific Ltd (Turnitin Indonesia), dan (5) Direktur LBH Yogyakarta, namun hingga 60 hari semenjak surat terkirim belum ditanggapi. Oleh karena itu pada tanggal 19-20 November 2019, saya menghubungi ULT Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat via telpon, namun tidak pernah terhubung. Selanjutnya pada tanggal 21-23 November 2019, saya bersurat via email dan web ULT, namun hingga hari ini belum ada tanggapan.
Saya pikir lomba ini adalah kegiatan yg bermutu dan mengutamakan keteladanan, integritas, serta karakter pendidik. Keputusan untuk menutup hasil tes plagiarism tanpa konfirmasi, serta menyatakan ini tidak masalah, adalah tindakan yg bertentangan dengan Nawacita NKRI yg menjujung tinggi Revitalisasi Mental Melalui Pendidikan Karakter. Ini kompetisi yang terhormat bagi guru-guru berprestasi. Harusnya pula bermartabat dari sejak seleksi sampai selesai. Pemikiran inilah yang mendasari saya untuk bersemangat mempelajari hal ini dan ingin mengajak berbagai pihak untuk sama-sama belajar, mencari kebenaran bukan pembenaran.
Bapak Menteri yang terhormat, Bapak telah mengingatkan kembali tugas guru untuk membentuk masa depan bangsa dengan keteladanan dan kemerdekaan belajar. Saya guru kecil yang sejak Tahun 2010 berusaha menggerakkan/ menyerukan kepada pelajar Gunungkidul melalui pengabdian pendidikan, agar para siswa berani memperjuangkan kebenaran, mimpi, dan cita-cita. Haruskah saya menelan kembali kata-kata saya tersebut dengan menyerah memperjuangkan kebenaran untuk DIY dan seluruh Guru Berprestasi Dikmen se-Indonesia yang diduga plagiat?
Bapak Menteri, mohon beri saya jawaban, agar saya mampu menjelaskan pada ribuan siswa saya, apabila saya harus berhenti memperjuangkan kebenaran ini. Bapak menteri, saya guru biasa yang lebih sering mendidik dengan hati, dibanding dengan technology. Bagaimana saya akan berhasil meneladankan dan menyerukan agar para siswa berani memperjuangkan kebenaran, jika saya sendiri menyerah pada segala bentuk keterbatasan?
Hari ini, 25 November 2019 pada upacara peringatan Hari Guru Nasional di Alun-alun Pemda Kab. Gunungkidul, saya akan menerima niat baik PGRI yang ingin memberi penghargaan dalam rangka mengapresiasi prestasi guru berprestasi. Namun dengan tidak mengurangi rasa hormat kepada Ibu Bupati dan Pengurus serta segenap anggota PGRI Gunungkidul, ijinkanlah saya menepati janji saya.
Bahwa saya, tidak akan menggunakan atribut/ menerima apapun terkait apresiasi terhadap prestasi sebagai Finalis Guru Berprestasi Tk Nasional Utusan DIY hingga saya mampu membuktikan dan membersihkan nama baik DIY serta Guru Berprestasi Dikmen Tahun 2019 yang diduga plagiat.
Demikian surat ini saya buat dengan setulusnya kepada Bapak Menteri Pendidikan dan Kebudayan Republik Indonesia. Selanjutnya saya akan menunggu dengan sabar, bukti nyata janji Pak Menteri.
Wassalamualaikum Warahmatullohi Wabbarokatuh,
Hormat Saya, Guru Penggerak yang berjiwa Merdeka
Ika Wulandari, M. Pd.
*Sumber : FB Ika Wulandari, M.Pd.
2 Comments
Nice article 💃
ReplyDeleteThanks kakak!!
Delete