Tentu saja Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (PNRI) dalam pemilihan Duta Baca Indonesia sudah memikirkan dan mempertimbangkan berbagai aspek dan kriteria yang terkait dengan suksesnya tujuan dari diadakannya Duta Baca Indonesia itu sendiri. Kalau kita lihat, dan sudah sempat saya "mengintip" ke website PNRI tentang kriteria pemilihan Duta Baca Indonesia ini. Berikut kriterianya:
- Warga Negara Indonesia
- Public figure diterima di semua kalangan
- Mempunyai perpustakaan keluarga dan/atau berperan aktif dalam pemanfaatan dan pengembangan perpustakaan
- Sanggup untuk menumbuhkembangkan budaya gemar membaca masyarakat Indonesia melalui aktivitas yang berhubungan dengan pendayagunaan perpustakaan atau pencerdasan masyarakat (penggiat pemanfaatan perpustakaan, penulis, dll)
- Usia antara 20 - 55 tahun.
- Sehat jasmani dan rohani (bebas narkoba)
- Tokoh atau seseorang yang punya pengaruh atau dikagumi masyarakat, serta diterima diberbagai segmen dan strata masyarakat (tidak sekedar capable, credible and acceptable). Sebagai indikator minimal, bisa dinilai antara lain dari:
- Komunitas yang tercipta sebagai fans atau pengagum sang tokoh.
- Friends/followers yang mereka punya/tunjukkan di media sosial (facebook, twitter, instagram, google+, path, atau sistem sejenis lainnya), dan/atau
- Mempunyai kredibilitas, kapabilitas dan diterima oleh masyarakat.
- Selalu menyempatkan membaca dalam kehidupan sehari – hari
- Meraih kesuksesan hidup melalui menulis dan/atau membaca.
- Komunikatif, kreatif serta bersikap dinamis.
- Berkepribadian baik dan bertanggung jawabserta patut diteladani.
- Tidak menjadi pengurus dan/atau anggota pada kegiatan politik praktis.
- Sanggup menyiapkan waktu untuk kepentingan kegiatan Duta Baca Indonesia (Promosi Gemar Membaca) di wilayah Indonesia.
Pun demikian halnya dengan Duta Baca Indonesia ini. (Barangkali) itulah yang menjadi pertimbangan PNRI dalam menentukan kriteria Duta Baca Indonesia. Dan ada beberapa orang di kalangan pustakawan dan pegiat perpustakaan yang "mempertanyakan" kebijakan PNRI dalam memilih Duta Baca Indonesia, kenapa selalu dari kalangan public figur. Mulai dari Tantowi Yahya, Andi F Noya, dan saat ini adalah Najwa Shihab. Kenapa Duta Baca Indonesia tidak malah dari kalangan Pustakawan atau pegiat Perpustakaan? Salah satu yang mempertanyakan hal ini adalah Drs. Ida Fajar Priyanto, MA., Ph.D., salah satu anggota Dewan Perpustakaan DIY dalam orasi ilmiahnya kemarin di acara peringatan Dies Natalis Perpustakaan UGM yang ke-65.
Jika kita melihat kriteria yang diterapkan PNRI di atas, tidak ada yang mengharuskan seorang Duta Baca Indonesia berasal dari kalangan profesi tertentu. Setiap orang selama dia adalah WNI seperti syarat yang pertama, dia berhak mendaftarakan diri sebagai calon Duta Baca Indonesia. Tidak terbatas dari kalangan profesi tertentu, yang artinya bisa dari pustakawan, dokter, guru, artis, anggota dewa, penulis, dan lainnya. Dengan syarat, dia juga memenuhi keriteria-kriteria yang lain seperti yang tercantum di atas. Dan tentu saja karena Duta Baca Indonesia ini tugasnya "mengajak" maka sudah barang tentu aspek ketokohan, popularitas, "figuritas" sangat diperlukan.
Barangkali, suatu saat ada sosok pustakawan yang sangat populer setara dengan artis atau public figur lainnya, punya banyak fans club atau komunitas penggemar, serta (yang paling penting) memenuhi seluruh aspek syarat-syarat di atas. Maka bukan tidak mungkin Duta Baca Indonesia selanjutnya adalah dari kalangan Pustakawan.
Oke, apapun itu.... Inilah Kata Najwa dalam sambutannya sebagai Duta Baca Indonesia tahun 2016.
Semoga bermanfaat.
0 Comments