Patung Jungkat-Jungkit dan Sebuah Paradoks Keilmuan



Menggelitik sekali. Ya, itulah kesan pertama yang saya dapatkan ketika melihat gambar di atas dari sebuah tautan yang dibagikan oleh taman di FB. Ini adalah sebuah patung yang dibangun di Jepang. Yang jika sekilas kita lihat, pasti kita akan tertawa tidak percaya dan menganggap si pembuat patung ini mengada-ada. "Mosok iyo, cah cilik iso njengklitno wong gedene sak mono?" Masak iya sih, anak kecil bisa mengangangkat seorang pria dengan bobot yang (kira-kira) 4 atau 5 kali lebih berat dari bobot tubuhnya? Pasti si pembuat patung ini mengada-ada saja.

Hmmmm tapi coba kita lihat, sedikit saja kita perhatikan lebih jeli dan lebih terbuka. Maka akan kita temukan sebuah makna yang teramat dalam dari patung ini. Ada sebuah paradoks yang luar biasa, bukan tentang si kecil yang berhasil mengangkat si besar. Akan tetapi lihatlah apa yang terkandung di sebaliknya. Si kecil digambarkan duduk berdampingan (kalau tidak bisa dikatakan membawa) beberapa buah buku yang tebal-tebal yang kita bersama sepakat, ini adalah buku-buku berkualitas dan 'berat' isinya. Sedangkan si besar duduk hanya dengan membawa sebuah buku kecil (yang bisa jadi itu komik, buku cerpen, dsb - tanpa mengecilkan arti buku-buku tersebut).

Dan ternyata, si kecil mampu mengangkat si besar yang bobot tubuhnya berkali lipat darinya. Ini bukan arti sebenarnya dari patung ini. Arti sebenarnya dari patung ini adalah bahwa
"Bobotmu ditentukan oleh seberapa banyak buku yang kau baca."

Dan jika kita ingat, Mark Twain, seorang novelis kenamaan asal Amerika Serikat mengatakan “The man who does not read good books has no advantage over the man who cannot read them.” Artinya apa? Bahwa dengan membaca buku yang bermutu, buku yang berkualitas, maka seseorang akan memiliki keunggulan komparatif dibandingkan dengan orang yang tidak membaca. Sehingga jelas pula bahwa dengan membaca, seseorang akan lebih terbuka cakrawala pemikirannya. Melalui bacaan, seseorang berkesempatan untuk melakukan refleksi dan meditasi, sehingga budaya baca lebih terarah kepada budaya intelektual deripada sekedar budaya hiburan yang dangkal.

Inilah makna dari patung itu. Bahwa kualitas seseorang bukan ditentukan dari bobot dan besar tubuhnya, kalau lebih jauh bisa juga dimaknai bukan dari usianya, bukan dari hartanya, bukan dari penampilannya, tapi dari keilmuannya. Dan ilmu ini akan kita dapatkan dari buku-buku yang kita baca. Maka inilah urgensinya kita membaca.

Bahkan dalam ajaran agama (Islam) pun Tuhan langsung memberikan perintah kepada manusia tentang membaca ini. Lihatlah pada Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 1-5 yang di sana sangat jelas dan terang tentang bagaimana Tuhan memerintahkan manusia untuk membaca. Iqra’ (bacalah) denqan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah Menciptakan manusia dari segumpal darah. Iqra’ (bacalah), dan Tuhanmu lah yang Paling Pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (pena). Dia mengajarkan kepada manusia apa sang tidak diketahuinya.

Tentu saja, dari sini sudah bisa kita lihat bagaimana dan betapa pentingnya membaca bagi manusia. Hingga Tuhan-pun “turun tangan” secara langsung demi hal ini. Dan jika kita mau dan mampu merunut lebih jauh, membaca bukan semata untuk kepentingan pendidikan dan keilmuan semata, akan ketika kita melihat dan memahami perintah Tuhan dalam Al-Qur’an surat Al-Alaq ayat 1-5 tersebut, membaca merupakan kewajiban yang dinilai sebagai ibadah, yang tentu saja ketika kita mengerjakannya, selain kita akan mendapatkan manfaat berupa kekayaan wawasan, informasi dan pengetahuan, kita juga akan mendapatkan pahala yang besar di sisi-Nya.

Naaaah tunggu apa lagi...? Yuk membaca.. ^_^

Post a Comment

0 Comments