Naskah Kuno Keraton Yogyakarta: Mencintai Warisan Bangsa Yang Tiada Ternilai Harganya


Sebenarnya saya sudah lama ingin menuliskan (atau lebih tepatnya me-repost) artikel tentang hal ini. Artikel ini terbit sebagai headline SKH Kedaulatan Rakyat edisi Senin Wage, 25 Januari 2016 lalu. Sangat menarik mengingat ini menyangkut salah satu kekayaan warisan budaya kita yang tiada ternilai harganya, yaitu tentang Naskah Kuno Kraton Yogyakarta. Bisa dikatakan tulisan di Kedaulatan Rakyat (KR) tersebut membuka tabir kelam yang pernah menyelimuti dunia pustaka masa lalu bangsa kita. Yaitu yang pada saat itu terjadi perampasan besar-besaran naskah kuno milik Keraton Yogyakarta oleh para penjajah dari Inggris maupun Belanda, yang hingga mencapai 5 gerobak setiap harinya selama satu pekan berturut-turut!

Tentu saja sangat ironi melihat kenyataan saat ini bahwa ternyata ribuan naskah kuno yang berisi dokumentasi sejarah serta naskah dari para pujangga dan tarian milik Keraton Yogyakarta kini berada di Inggris dan Belanda. Padahal kita tahu bahwa keberadaan naskah-naskah kuno ini tidak sekedar sebagai warisan leluhur bangsa yang harus kita jaga kelestariannya, akan tetapi lebih dari itu, bahwa naskah-naskah kuno ini memiliki nilai historis yang teramat tinggi. Pertanyaannya, bagaimana bisa ribuan naskah tersebut bisa berada di Inggris dan Belanda? Seperti yang saya sampaikan di awal tadi, pada masa penjajahan Belanda dan Inggris terjadi perampasan besar-besaran terhadap ribuan naskah kuno milik Keraton Yogyakarta. Hal ini terjadi pada saat masa penjajahan Thomas Stamford Raffles, saat pemerintahan Sultan Hamengkubowono II pada tahun 1812.



Hingga akibatnya sebagian besar koleksi naskah kuno milik Keraton Yogyakarta semenjak zaman Sri Sultan Hamengkubowono I dan Sri Sultan Hamengkubowono II hilang. Naskah-naskah kuno tersebut menjadi rampasan perang pada masa penjajahan Inggris dan Belanda seperti yang sudah saya sampaikan di awal tadi. Saat ini banyak sekali naskah-naksah kuno Keraton Yogyakarta yang berada di luar negeri yang tentu saja itu semua adalah barang-barang ilegal atau barang curian. Sedangkan pihak Keraton Yogyakarta sekarang ini hanya memiliki dan menyimpan sekira 600-an naskah kuno yang saat ini tersimpan di Museum Keraton Yogyakarta, tepatnya di Kawedanan Hageng Punokawan Widya Budaya. Naskah-naskah kuno di museum ini terdiri dari koleksi-koleksi mulai masa Sultan Hamengkubowono V hingga saat ini. paling bnayak dari masa Sultan Hamengkubowono V. Sedangkan untuk naskah-naskah kuno dari masa masa Sultan Hamengkubowono III dan masa Sultan Hamengkubowono IV kemungkinan ada dan kini masih terus dicari. Dan naskah-naskah kuno yang hilang itu semua adalah hak milik Keraton Yogyakarta dan seluruh bangsa Indonesia yang harus dikembalikan dalam bentuk aslinya, bukan duplikat atau salinannya.

Menyadari betapa besar nilai dan manfaat naskah-naskah kuno tersebut, saat ini Pemerintah Daerah (Pemda) DIY tengah melakukan berbagai upaya untuk mengembalikan naskah-naskah kuno tersebut ke Indonesia, yang dalam hal ini kembali ke Keraton Yogyakarta. Upaya-upaya tersebut mulai dari penelusuran keberadaan naskah kuno tersebut hingga melakukan sejumlah upaya untuk mengembalikan dan mendokumentasikannya. Dan kabar baiknya adalah Pemerintahan Belanda bersedia untuk menyerahkan kembali ribuan koleksi naskah kuno tersebut kepada Pemerintah Indonesia pasca penutupan Museum Nusantara di Belanda. Untuk pihak Inggris sendiri sampai saat ini masih enggan untuk mengembalikan naskah-naskah kuno tersebut dengan alasan mereka masih meragukan apakah nantinya naskah-naskah kuno tersebut akan terawat dengan baik atau malah rusak tak terawat dan termanfaatkan.

Hal ini harusnya juga bisa menjadi masukan untuk Pemerintah Indonesia kususnya Keraton Yogyakarta dan seluruh bangsa Indonesia betapa pentingnya arti dari naskah-naskah kuno tersebut yang tentu saja harus kita jaga dan kita rawat dengan baik. Maka seandanya berhasil dipulangkan ke Nusantara harus dipersiakan sebaik-baiknya. Misalnya penyiapan sarana-prasana yang representatif untuk penyimpanan, melaukan pendataan yang mendetil untuk proses pemulangan naskah-naskah tersebut, bahkan bisa jadi perlu disiapkan sebuah lembaga atau divisi kusus yang profesional untuk menangani arsip dan naskah-naskah kuno tersebut nantinya. Jangan sampai apa yang dikawatirkan Pemerintah Inggris terjadi, yaitu karena kesalahan penanganan setelah dikembalikan ke Indonesia, naskah-naksah kuno yang tiada ternilai harganya tersebut malah akan rusak dan terbengkalai.

Terahir, dan ini yang paling penting, kita sebagai generasi penerus bangsa Indonesia mulai saat ini harus lebih mencintai khazanah kebudayaan bangsa kita, kususnya mencintai arsip, literatur, dan naskah-naskah kuno warisan bangsa kita. Jangan sampai kita terlena dengan budaya barat yang bahkan di saat yang bersamaan mereka (bangsa barat) begitu kagum dan sangat menghargai kebudayaan yang kita punya. Jangan sampai kita kehilangan jatidiri kita sebagai bangsa Indonesia yang kususnya dalam hal ini, jangan sampai kita kehilangan jatidiri kita sebagai suku bangsa Jawa. Jangan sampai terjadi "Wong Jowo ilang jawane" . Yuk kita cintai arsip dan naskah-naskah kuno warisan bangsa kita yang adi luhung ini.

Sumber Informasi dan Gambar:
SKH Kedaulatan Rakyat Eedisi Senin Wage, 25 Januari 2016 dengan penyesuaian redaksional.

Post a Comment

1 Comments