Menuju Perpustakaan Inklusif: Mengatasi Tantangan dan Mengambil Tindakan Nyata


Menuju Perpustakaan Inklusif: Mengatasi Tantangan dan Mengambil Tindakan Nyata

Oleh: Teguh Prasetyo Utomo


Menarik sekali pertanyaan (atau yang saya tafsirkan: kritikan) yang disampaikan saudara Rahmad adri dalam artikelnya yang berjudul "Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial, Utopiskah?". Tentu saja ini menjadi menarik karena jelas akan memperkaya dan memperluas cara pandang kita terhadap wacana Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosisal ini. Seingat saya (koreksi jika saya salah) Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (PBIS) pertama kali diwacanakan oleh Bappenas RI pada tahun 2018, yang kemudian diformalkan oleh Perpusnas RI pada tahun 2023 dalam bentuk Peraturan Perpustakaan Nasional Nomor 3 Tahun 2023 tentang Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial.

Utopis, diksi yang kemudian dipilih oleh saudara Rahmad adri ini menjadi menarik untuk kita cermati. Bahwa Utopis itu memiliki arti: berupa khayal; bersifat khayal. Saudara Rahmad adri memberikan kritik bahwa perpustakaan berbasis inluksi sosial masih jauh panggang daripada api. Saudara Rahmad adri berpendapat bahwa perpustakaan seharusnya menjadi ruang yang aman dan nyaman bagi semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, budaya, atau ideologi. Perpustakaan seharusnya menjadi ruang bagi berbagai macam wacana untuk bertemu dan beradu, tanpa saling menjatuhkan. Beliau juga berpendapat bahwa perpustakaan harus lebih proaktif dalam mengangkat suara yang terpinggirkan. Perpustakaan harus menyediakan koleksi yang beragam dan berkualitas, serta program dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Hingga akhirnya saya secara pribadi pun menjadi terpantik untuk kemudian menjawab dan mencoba memberikan alternatif pemikiran, bagaimana seharusnya kita berlaku untuk benar-benar bisa mewujudkan perpustakaan berbasis inklusi sosial ini bukan sekadar wacana yang hanya ada di dalam utopia semata. 


1. Meningkatkan Kesadaran akan Pentingnya Inklusi Sosial

Langkah pertama menuju perpustakaan yang inklusif adalah meningkatkan kesadaran tentang pentingnya inklusi sosial di kalangan pustakawan, mahasiswa, dan masyarakat umum. Ini dapat dicapai melalui pelatihan, seminar, dan kampanye penyuluhan. Pustakawan dan mahasiswa jurusan perpustakaan perlu memahami bahwa inklusi sosial bukan hanya retorika, melainkan prinsip fundamental yang harus menjadi bagian dari pekerjaan mereka.


2. Kajian tentang Kebutuhan Masyarakat yang Terpinggirkan

Perpustakaan perlu melakukan kajian mendalam tentang kebutuhan masyarakat yang terpinggirkan. Ini melibatkan berinteraksi langsung dengan komunitas-komunitas tersebut, mendengarkan cerita mereka, dan mengidentifikasi hambatan-hambatan yang menghalangi akses mereka ke perpustakaan. Kajian ini harus menjadi dasar untuk merancang program-program inklusi sosial yang sesuai dan efektif.


3. Menyediakan Koleksi dan Program yang Beragam dan Berkualitas

Salah satu cara terpenting untuk menciptakan perpustakaan inklusif adalah dengan menyediakan koleksi dan program yang beragam dan berkualitas. Perpustakaan harus memastikan bahwa koleksinya mencerminkan berbagai latar belakang budaya, etnis, dan sosial. Program-program yang didesain dengan baik dapat memfasilitasi interaksi antar komunitas yang berbeda, mempromosikan dialog antar kelompok, dan meningkatkan pemahaman lintas budaya.


4. Membangun Kerja Sama dengan Komunitas dan Organisasi Masyarakat

Kerja sama dengan komunitas dan organisasi masyarakat yang peduli terhadap inklusi sosial adalah langkah penting. Perpustakaan dapat mengadakan program bersama, lokakarya, atau acara-acara yang relevan dengan kebutuhan komunitas-komunitas tersebut. Ini memungkinkan perpustakaan untuk menjadi lebih terbuka terhadap masukan dari masyarakat dan membangun hubungan yang kuat dengan komunitas-komunitas yang beragam.


5. Mengukur Kemajuan dan Memperbaiki Diri

Perpustakaan perlu secara teratur mengukur kemajuan mereka dalam mencapai inklusi sosial. Ini bisa dilakukan melalui survei, pemantauan partisipasi komunitas, dan evaluasi program-program inklusi sosial. Dengan memiliki data yang akurat, perpustakaan dapat mengidentifikasi area yang perlu perbaikan dan terus memperbaiki diri.


6. Melibatkan Mahasiswa Jurusan Perpustakaan dengan Permasalahan yang Nyata

Mahasiswa jurusan perpustakaan juga memiliki peran penting dalam mewujudkan perpustakaan inklusif. Mereka harus diberikan kesempatan untuk terlibat dalam proyek-proyek lapangan yang berhubungan dengan inklusi sosial, sehingga mereka dapat mengalami secara langsung tantangan dan peluang yang ada di lapangan.


Dalam rangka untuk mencapai perpustakaan inklusif yang sesungguhnya, perlu ada kesadaran, tindakan konkret, dan komitmen untuk berubah. Ini adalah perjalanan yang mungkin memerlukan waktu, tetapi dengan tekad yang kuat dan kerjasama yang baik antara perpustakaan, komunitas, dan mahasiswa jurusan perpustakaan, kita dapat mengubah pandangan "utopis" menjadi kenyataan yang dapat diwujudkan. Dengan demikian, kita akan memiliki perpustakaan yang lebih terbuka dan inklusif bagi semua orang.

Salam.


Teguh Prasetyo Utomo



***


Towards an Inclusive Library: Addressing Challenges and Taking Real Actions

By: Teguh Prasetyo Utomo


The questions (or what I interpret as criticism) raised by Mr. Rahmad Adri in his article titled "Social Inclusion-Based Libraries, Utopian?" are indeed intriguing. This is captivating because it undoubtedly enriches and broadens our perspective on the discourse of Social Inclusion-Based Libraries. As far as I remember (correct me if I'm wrong), Social Inclusion-Based Libraries (SIBL) were first introduced by Bappenas RI in 2018, and later formalized by the National Library of Indonesia (Perpusnas RI) in 2023 through the National Library Regulation No. 3 of 2023 on the Transformation of Social Inclusion-Based Libraries.

The choice of the word "utopian" made by Mr. Rahmad Adri is interesting to examine. "Utopian" means: consisting of fantasies; imaginary. Mr. Rahmad Adri criticizes that social inclusion-based libraries are far from being realized. He argues that libraries should be a safe and comfortable space for everyone, regardless of their social, economic, cultural, or ideological background. Libraries should be a space for various discourses to meet and engage without tearing each other down. He also suggests that libraries should be more proactive in giving voice to marginalized groups. Libraries should provide diverse and high-quality collections, as well as programs and activities that meet the needs of the community.

In the end, I was personally prompted to respond and provide alternative thoughts on how we should act to truly realize social inclusion-based libraries, rather than treating it as a mere utopian discourse.


1. Raising Awareness of the Importance of Social Inclusion

The first step toward an inclusive library is to raise awareness of the importance of social inclusion among librarians, students, and the general public. This can be achieved through training, seminars, and outreach campaigns. Librarians and library science students need to understand that social inclusion is not just rhetoric but a fundamental principle that should be part of their work.


2. Studying the Needs of Marginalized Communities

Libraries need to conduct in-depth studies on the needs of marginalized communities. This involves direct interaction with these communities, listening to their stories, and identifying barriers that hinder their access to libraries. These studies should serve as the basis for designing relevant and effective social inclusion programs.


3. Providing Diverse and High-Quality Collections and Programs

One of the most important ways to create an inclusive library is by offering diverse and high-quality collections and programs. Libraries must ensure that their collections reflect various cultural, ethnic, and social backgrounds. Well-designed programs can facilitate interactions between different communities, promote dialogue among groups, and enhance cross-cultural understanding.


4. Building Collaborations with Communities and Community Organizations

Collaboration with communities and community organizations that care about social inclusion is a crucial step. Libraries can organize joint programs, workshops, or events that align with the needs of these communities. This allows libraries to be more open to input from the public and build strong relationships with diverse communities.


5. Measuring Progress and Continuous Improvement

Libraries need to regularly measure their progress in achieving social inclusion. This can be done through surveys, monitoring community participation, and evaluating social inclusion programs. Accurate data will help libraries identify areas that need improvement and continue to evolve.


6. Involving Library Science Students in Real-World Issues

Library science students also play a significant role in achieving an inclusive library. They should be given opportunities to engage in field projects related to social inclusion, so they can directly experience the challenges and opportunities in the field.


In order to achieve a truly inclusive library, there must be awareness, concrete actions, and a commitment to change. This journey may take time, but with strong determination and effective collaboration between libraries, communities, and library science students, we can turn the "utopian" vision into a tangible reality. Thus, we will have libraries that are more open and inclusive for everyone.


Best regards,


Teguh Prasetyo Utomo

Post a Comment

0 Comments