Memaknai Kehilangan....


Assalamualaikum sahabat-sahabatku sekalian.. Selamat siang menjelang sore. Gimana kabar sahabat-sahabat Pustakawan Jogja sekalian? Semoga sehat selalu, panjang umur dan kecukupan rizki... Aamiin...

Pertama, Pustakawan Jogja hendak minta maaf kepada sahabat-sahabat sekalian. Beberapa waktu ini, blog ini sempat tidak terurus. Karena apa? Karena tenaga, waktu dan pikiran saya "habis" untuk mengurus Kakek saya yang waktu itu sakit keras, hingga kemudian meninggal dunia (pada Jumat, 20 Januari 2017 kemarin), dan hingga segala sesuatu prosesi pasca meninggalnya beliau, mulai dari pemakaman, hingga pengajian dan tahlilan hingga 7 harinya beliau. Sehingga saya pun harus mondar-mandir Jogja - Grobogan yang hampir 180 km jaraknya. Bahkan di FB dan Instagram saya yang biasanya selalu aktif, juga ikut-ikutan off tidak terurus. Terahir di akun FB dan IG saya, saya mengunggah foto beserta tulisan. Yaaa... foto di atas itu. Itu adalah foto kakek saya yang telah meninggal dunia. Dan di FB dan IG itu pula saya sertakan tulisan. Atau lebih tepatnya sebuah "curhatan".


Beliau embah Kakung saya. Nama beliau Sardjo bin Muhammad Daud. Yg merawat dan membesarkan saya sejak kecil, mendidik, mengajari bekerja,menggandeng saya, mengantar ke sekolah, pulang sekolah diajak makan gulai kambing "Bu Tum" di pasar Karangrayung, nyangoni (memberi uang saku) saya, memijiti dan "nyuwuk" saya pas saya sakit, kadang juga (bahkan bisa dikatakan sering) memarahi saya (kala itu) ketika saya malas "nyambut gawe", dan tentu saja yg paling saya suka, beliau selalu bercerita.. Ya, bercerita.. everything.. apapun. Mulai kisah masa muda beliau, teman2 beliau semasa muda, kisah perjuangan hidup beliau ketika berperang melawan Belanda dan Jepang, cerita tentang nasab/silsilah keluarga, bahkan hingga "ageman2" beliau mulai dari Wesi kuning, Mirah delima, lulang Landoh, Stambul, dan banyak lagi. Terlalu banyak untuk dituliskan, yg bahkan mungkin tak kan habis berjilid-jilid. Dan rasanya, tangan ini blm banyak membalas semua itu, diri ini blm sempat memberikan yg terbaik kepada beliau. Bahkan untuk sekedar waktu. Kadangkala sepulang dr Jogja, sy sempatkan ngobrol dg beliau, bercerita seperti dulu, sambil memijit punggung beliau. Terakhir kali bulan lalu, pas pulang, masih sempat ngobrol, beliau cerita, badannya semakin ringkih, terasa lemah, nafas jg sering teras berat, bahkan yg membuat saya trenyuh,,, "Iki lho le, awake mbahe saiki gatel kabeh, do brontok ngene iki piye le?" Ucap beliau sembari menunjukkan bagian2 tubuh tua beliau yg bengkak memerah krn gatal. Sy usah bagian itu, saya usap lembut, dg harapan ras gatalnya berkurang, sebagai mana beliau dulu sering mengusap punggung saya ketika saya akan tidur. Akan tetapi saat ini tubuh tua yg kecil dan lemah itu terbujur di meja rumah. Ditutup kain jarik, menunggu untuk dikebumikan. Kini tak kan ada lagi........ Ah, tak kuat saya menuliskan ini semua. Ya Allah.. Engkau panggil beliau di hari yg baik, bahkan kata mamak, sebelum melepas nafas terakhirnya, beliau beristigfar... Syahadat, dan menyebut asma-Mu sebelum menutupkan matanya dg tenang. Dan q mohon padaMu ya Robbi, tempatkanlah beliau di sisiMu, ampuni dosa dan kesalahan beliau, terima amal ibadah beliau. Krn hanya permohonan kepadaMu inilah yg bisa kulakukan sebagai balas budi terakhirku kepada beliau.

Purwodadi, 21 Januari 2017. Hari Sabtu Legi.



Sedih? Sudah pasti.. Walaupun sebenarnya diri ini sudah sangat tahu... "Kullu nafsin dzaiqotul mauut" bahawa setiap yang hidup dan bernyawa, pasti akan merasakan mati. Karena "Tsumma ilaihi turja'uun" . Kepada-Nya lah kita semua akan kembali. Hmmmmm....

Akan tetapi, adalah hal yang manusiawi ketika kita kehilangan orang yang sangat dekat dan sangat kita cintai dan orang itupun mencintai kita. Selama hal itu masih dalam tataran wajar dan tidak sampai membuat kita "mempertanyakan" atau bahkan "menyalahkan" keputusan-Nya. Karena jika itu sampai terjadi, maka...... Itu artinya kita sudah keluar dari koridor keimanan kita kepada Tuhan.



Dan tentu saja, tidak perlu berlarut-larut dan berlama-lama dalam kesedihan. Kalau kata orang-orang Barat... Live Must Go On. Dan saya sangat terkesan dengan pesan dari Bapak Triyanta, Pustakawan Perpustakaan Kota Jogja. Di antara ratusan ucapan belasungkawa yang saya terima di FB, pesan dan motivasi dari beliaulah yang sangat mengena di hati saya. Begini...

Mas, meski agak terlambat, saya ikut berbela sungkawa, semoga beliau khusnul khotimah. Saya yakin kepergian beliau dalam senyum, dari sekian banyak cucunya, terlahir satu tautan yang mewarisi sifat beliau, santun, mau berbagi, tak suka mengeluh. Dan beliaupun ke dalam kalimat panjang tiada henti mengukir sifat terpuji cucunya. Berbanggalah mas sebagai cucu yang insya Allah mewarisi sifat -sifat mulianya.


Dan ahirnya... Terimakasih kepada sahabat, teman, dan seluruh pembaca blog sederhana ini. Atas dukungan sabahat-sahabat sekalian..... Pustakawan Jogja bisa sampai di titik ini. Insyaa Allah, Pustakawan Jogja akan selalu berbagi tulisan-tulisan demi kemajuan dunia perpustakaan dan kepustakawanan di negeri kita tercinta ini.

Salam hangat dari sudut Kota Pelajar.

 ***

Post a Comment

0 Comments