Ada 4.000 mata acara, dan 500 di antaranya adalah tentang Indonesia. Dihadiri 9.000 jurnalis dari seluruh dunia, dan mereka ini berbicara dalam puluhan ragam bahasa. Terdapat 7.100 exhibitor (pelaku pameran) dari lebih dari 100 negara peserta, dan diperkirakan hadir lebih dari 270 ribu pengunjung dari berbagai belahan dunia. Ya, itulah sekilas gambaran betapa besar dan megahnya event Frankfurt Book Fair 2015 ini. Dalam sepekan ini yaitu dari 14-18 Oktober 2015, ia (Frankfurt Book Fair 2015) akan mengisi 6 dari 10 hall di kawasan Frankfurt Messe. Frankfurt Messe sebuah kawasan pameran terbesar di Jerman dengan luasan 578.000 m2 dan memiliki sepuluh hall yang selalu dipadati oleh pameran baik itu dengan taraf lokal, nasional maupun internasional.
Lalu apa itu Frankfurt Bookfair? Ya, Frankfurt Book Fair adalah pameran buku internasional yang tertua dan terbesar di dunia. Inilah pameran yang paling dinanti para pelaku industri perbukuan dari semua penjuru dunia.Seperti yang saya sampaikan di awal tadi, pameran ini menampilkan 7.100 exhibitor (pelaku pameran) dari lebih dari 100 negara peserta, dan diperkirakan hadir lebih dari 270 ribu pengunjung dari berbagai belahan dunia. Tentu saja ini adalah pameran buku yang dinantikan oleh setiap insan perbukuan di seluruh dunia, baik itu penuli, penerbit, pustakawan, dan para pecinta dunia buku dan literasi di seluruh dunia. Dan kali ini, Frankfurt Book Fair 2015 diadakan mulai tanggal
Tahun ini merupakan tahun ke-67 penyelenggaraan Frankfurt Book Fair sejak pertama kalinya event ini diadakan. Dan hebatnya, negara kita Indonesia ini menjadi negara Asia Tenggara pertama yang mendapat kehormatan sebagai Guest of Honour (GoH) atau Tamu Kehormatan. Dalam event ini Indonesia menampilkan tema “17.000 Islands of Imagination”. Tentu saja gelar kehormatan ini sangatlah istimewa sebab tidak mudah bagi negara peserta untuk mendapatkan gelar gelar ini. Dengan menjadi Guest of Honor, Indonesia tidak sekedar mendapatkan kesempatan untuk mempromosikan karya literaturnya, namun lebih dari itu juga mendapatkan kesempatan untuk mempromosikan keluhuran budaya bangsa. Seni Indonesia, makanan Indonesia, kerajinan Indonesia, kekayaan warisan alam dan budaya Indonesia, semua itu akan lebih dikenal oleh negara-negara lain di dunia sehingga Indonesia bisa lebih dikenal dalam kancah pergaulan Internasional.
*Bukan Sebuah Sulap
Ya, gelar kehormatan Indonesia di ajang Frankfurt Book Fair 2015 ini bukanlah hasil sulap yang seketika "sim salabim" jadi seperti ini. Butuh perjuangan yang panjang untuk mendapatkan gelar kehormatan ini. Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) merintisnya sejak tahun 2010. Setiap kali datang hanya hadir sebagai pengunjung semata. Lamaran keikutsertaan di ajang ini lima tahun yang lalu dianggap sebagai angin lalu belaka oleh pihak Frankfurt Book Fair. Padahal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kedutaan Besar RI di Jerman pun turut serta dalam melakukan lobi.
baru setahun kemudian, yaitu pada tahun 2011, pejabat Frankfurt Book Fair datang ke Jakarta dan berkunjung ke kantor IKAPI. Dari sinilah mereka mendapatkan gambaran seperti apa negeri kita ini, dari sudut perbukuan dan kebudayaan. Hingga ahirnya pada tahun 2012 diputuskan Indonesia akan menjadi tamu kehormatan di tahun 2015 ini, tepat setelah usia negeri ini genap 70 tahun, sebuah kado yang sangat manis untuk Indonesia di bidang literasi dan kepustakaan.
Salah satu sudut paviliun Indonesia di ajang FBF 2015 di Jerman |
**Bukan Tanpa Masalah
Ya, dengan gemerlap gelar Guest of Honour bagi Indonesia di ajang Frankfurt Book Fair 2015 ini, bukan berarti Indonesia sudah sukses dalam segala hal di dunia penerbitan-perbukuan. Dalam hal perbukuan, ledakan minat tamu yang datang ke pavilum Indonesia harus berhadapan dengan keterbatasan tuan rumah itu sendiri. Bagaimana tidak, untuk negeri sebesar Indonesia dengan lebih dari 250 juta penduduk hanya mampu menerbitkan 18 ribu hingga 25 ribu buku setiap tahunnya. Dari sini bisa kita lihat perbandingan antara jumlah penduduk dengan jumlah buku yang ada adalah 72 buku per 100 ribu penduduk, atau 0,00072 buku per 1 orang penduduk. Sebuah angka yang sangat "fantastis" memprihatinkan.
Lihat saja negara Jepang yang mencatatat jumlah tahunan mencapai 531 buku per 100 ribu penduduknya. Thailand yang menorehkan catatan 156 buku per 100 ribu penduduknya. Tak ayal lagi, bahwa memang indeks minat baca kita adalah yang terendah di kawasan Asia Timur, berada di posisi ke-96 dunia, setara dengan Bahrain, Malta, dan Suriname. Memprihatinkan.
Minat baca yang sangat rendah ini secara otomatis pula akan menurunkan tingkat penerbitan buku yang ahirnya berimbas kepada rendahnya kualitas pengetahuan dan pendidikan di negara kita. Lihat saja, untuk ukuran negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia ini, Indonesia hanya memiliki 1.217 penerbit dan 1.400 toko buku, merosot dari yang sebelumnya sejumlah 5.000 toko buku.
Perhatian pemerintah pun masih sangat rendah dalam hal ini. Hanya Kemendikbud yang sudah cukup bersikap maju dan mendukung. Tapi untuk urusan buku ini bukan hanya urusan Kemendikbud. Pada ahir tahun lalu pemerintah (tiba-tiba) membubarkan Dewan Buku Nasional. Sebuah langkah yang sangat mengejutkan sekaligus memprihatinkan di tengah kondisi bangsa yang seperti ini.
Masalah lain adalah adanya beban pajak berganda. dengan jumlah cetak yang rendah, buku Indonesia kian mahal karena menanggung beban pajak berganda. Pemerintah menetapkan pajak atas komponen yang melekat pada biaya produksi (PPN cetak, kertas, bahan baku) PPh 23 untuk penulis, ilustrator, penerjemah, dan PPN untuk penjualan buku. Sementara itu, presiden Joko Widodo malah memberikan angin segar untuk tontonan. Tak ada lagi PPN untuk menyaksikan konser musik, sepak bola, balap kuda, sirkus, nonton peragaan busana, atau pergi karaoke dan diskotek.
Pemilihan Indonesia sebagai tamu kehormata di ajang Frankfurt Book Fair 2015 ini di satu sisi cukup mambanggakan, tapi di sisi lain sebenarnya merupaka sebuah pukulan telak bagi dunia penerbitan di Indonesia, terutama bagi rakyat Indonesia. Alih-alih menunjukkan kemajuan perbukuan di tanah air, malah lebih menunjukkan keterpukauan dunia pada kekayaan kultural Indonesia secara umum. Dunia perbukuan Indonesia di ajang ini hanya sekedar "nunut" atau numpang. Isu kebudayaan dan kekayaan kultural yang sangat ditonjolkan.
Referensi:
- https://fiddinulhayat.wordpress.com/2014/10/14/frankfurter-buchmesse-2014-surga-para-pecinta-buku/
- http://bentangpustaka.com/wp-content/uploads/2015/08/Frankfurt-Book-Fair-2012-Show-Grounds-BSBRA.jpg
- http://economy.okezone.com/read/2015/10/12/320/1230661/frankfurt-book-fair-2015-ajang-penerbit-indonesia-go-global
- SKH Republika edisi Jumat 16 Oktober 2015
0 Comments